17 Apr 2011

PRAN-SOEH (NGESTHI KASAMPURNAN) (H - I)

H. RAMA RESI PRAN-SOEH SASTROSOEWIGNYO MULAI MENGAJARKAN ILMU GUSTI ALLAH

Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo, setelah menerima Wahyu Roh Suci serta Wahyu Sejatining Kakung, tidak hanya berhenti sampai di situ saja, tetap masih mengupayakan hal yang lain yaitu untuk dapat mengerti secara sempurna sesuatu di balik yang ghaib, yaitu alam halus, alam kasuksman atau alam sasmita-maya. Dengan demikian laku prihatin masih tetap selalu dilakukannya:
a.   Apabila seorang insan manusia yang mempunyai keinginan dan kemudian menjadi terkabul, misalnya magang lurah dan kemudian jadi lurah, berdagang bisa untung besar, yang sakit jadi sembuh, yang merasa terancam bisa menjadi aman dan lain sebagainya. Itu semua adalah karena pengaruh Wahyu Roh Suci/Wahyu Utusan. Dan karena wahyu tersebut sudah menyatu kedalam suksma beliau (Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo), maka dari itu suksma beliaulah yang disebut Utusan (Utusan Gusti Allah), yang apabila bersanding dengan siapa atau apa saja maka menjadikannya keberuntungan seperti yang sudah disebutkan di atas. Sedangkan Utusan tadi bisa berubah wujud apa saja dan kapan saja, yang akan dapat mendatangkan keberuntungan untuk siapa saja yang melihat atau didekati.
b.   Di atas sudah dijelaskan bahwa insan yang dikodratkan menjadi Utusan Gusti Allah itu adalah yang suksmanya bersatu dengan Wahyu A yang mempunyai cahaya terang, yang memang cahaya tadi adalah kepunyaan Utusan atau kepunyaan Gusti Allah, makanya disebut juga Cahyaning Allah. Pengaruh Cahaya Allah tadi tentu saja sama dengan yang mempunyai cahaya itu, yaitu Utusan/Gusti Allah, makanya apapun atau siapapun yang ketempatan akan mendapatkan keberuntungan.
c.   Sebaliknya Wahyu Sejatining Putri/Kakung, adalah hawa nafsu/ nyawa/ satru dari suksma Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo, yang mempunyai pengaruh kebalikan dari Wahyu Roh Suci/Utusan, maka hanya alkan menimbulkan celaka saja. Misalnya kalau terdapat pada tanam-tanaman hama akan timbul dan tidak bisa panen, kalau hinggap pada hewan ternak juga tidak menghasilkan apa-apa, kalau berdagang hanya merugi, kalau mempunyai kemauan tidak akan dapat terlaksana dan sebagainya. Semuanya adalah yang bersifat jelek. Semua itu bisa dilihat di alam halus, akan pengaruh Wahyu Sejatining Putri/Kakung yang bisa berubah-rubah dan terpecah-pecah menjadi beribu-ribu macam dan warna. Misalnya berubah menjadi anak panah atau burung yang jelek. Bisa berubah menjadi api, air, angin, makanan yang berupa warna dan masih banyak sekali. Dan semua itu sudah dimengerti oleh beliau Rama Resi Pran­Soeh Sastrosoewignyo. Jadi Wahyu Sejatining Putri/Kakung, berubah wujud menjadi apa saja hanya akan menimbulkan kesengsaraan dan kerugian saja untuk siapa saja yang didekati.

Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo juga mengajarkan tentang manusia sebagai pribadi, terdiri dari raga, nyawa dan suksma. Raga adalah badan wadhag yaitu kita ini yang ada alam fana, yang masih dapat mengalami sakit dan mati, yang masih dapat rusak. Suksma adalah badan halus atau roh, atau yang hidup yaitu kita ini yang nantinya akan menempati alam akerat. Sedangkan nyawa (hawa nafsu) adalah yang menjadi teman ketika masih hidup di dunia dan akan menjadi musuh setelah meninggal nanti. Dengan begitu apabila di dunia ini bisa mengendalikan atau meper atau mengalahkan terhadap nyawa tadi. Kalau saat hidup di dunia hanya mengumbar hawa nafsu dengan hanya selalu menuruti apa yang menjadi keinginan nyawa, ketika meninggal nanti akan kandas dan tetap menjadi jajahan nyawa. Suksmanya tidak bisa lepas dan masih menyatu, namnya mati tersasar, dapat terkena hukuman atau siksaan. Jadi bisa sebagai teman bisa sebagai musuh.

Mungkin bisa dijelaskan begini, agar lebih mudah dimengerti oleh orang awam maka dianggap saja kalau suksma dan nyawa itu sama, meskipun sebenarnya berlawanan. Dan orang hidup di dunia ini memang hanya menuruti nyawanya itu, semua rasa yang merupakan kebutuhan raga itu adalah menuruti nyawanya. Misalnya, punya keinginan sandang, makan, rumah (temapt tinggal), suami/istri, dan lain-lainnya adalah karena kebutuhan nyawa. Makanya raga yang sudah ditinggalkan nyawa artinya mati dan dikubur. Dan apabila suksma masih menyatu dengan nyawa maka masih mempunyai bermacam-macam kemauan. Suksma suci mempunyai keinginan apabila digerakkan oleh Gusti Allah dan tidak pernah memikirkan enak-kepenak, empuk-eyup dan seterunya, mung kari kersane Gusti Allah, akan tetap disatukan atau biar agak lama berada di alam kuning, atau alam putih, itu adalah atas kuasa Gusti Allah, atau bahkan dikembalikan lagi ke dunia lagi. Yang perlu dicari adalah perwujudan nyawa tadi, yang mestinya harus dimengerti oleh setiap manusia.

Ilmu-ilmu yang diajarkan oleh Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo, yang disebut ilmunya Gusti Allah ada tiga perangkat (tiga perkara):
a.       Utusan Gusti Allah yang disingkat Utusan.
b.      Cahaya Gusti Allah yang disingkat Cahyaning Allah.
c.       Nyawa atau hawa nafsu, yaitu musuh suksma manusia.

Ilmu Gusti Allah yang tiga perkara ini perlu dicari dan dimengerti (makrifat) oleh semua manusia sebelum ajal menjemput, karena apabila di dunia ini tidak bisa melihat dan mengerti secara gamblang maka ketika meninggal nanti juga tidak akan pernah mengerti. Yang akan menerima keuntungan atau kerugian itu bukanlah raga, tetapi suksma, raga yang asalnya dari bumi akan kembali ke bumi.

Berikut ini mungkin akan menambah pengertian dari yang terurai di atas. Utusane Gusti Allah iuu yang memberi perintah dan diikuti oleh suksma para manusia, kalau dapat diterima akan menyatu dengan Gusti Allah (kembali kepada asal-mula). Cahaya Allah itu menjadi pedoman buat suksma para manusia untuk menuju atau mengikuti atau agar ketemu dalam bahasa Jawa sowan atau ngadep kepada Utusane Gusti Allah. Dan nyawa adalah musuh suksma (begal) di alam kubur atau alam antara, yang akan nantinya tertinggal disitu.

Agar bisa mendapatkan perintah dan dapat sowan Utusane Gusti Allah dengan syarat mengetahui ilmu tiga perkara tadi, artinya orang yang sudah khatam (selesai dalam belajar) ilmu tiga perkarat. Ilmu tiga perkara tadi sebelum meninggal juga bisa digunakan untuk kebutuhan si raga dalam keberadaannya di dunia.

Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo mengajarkan ilmu Gusti Allah yangtiga perkara tadi sejak mulai tahun 1921. Dan car-cara yang ditempuh adalah dengan kegiatan perdukunan dan belum secara terang-terangan yang diketahui masyarakat umum. Banyak orang-orang yang minta tolong kepada beliau karena mendapatkan kesusahan, misalnya sakit pusing, perut kram dan lain-lain. Beliau memberikan pertolongan tidak mengharapkan upah sedikitpun. Dan bahkan dijamu ketika mereka datang kerumahnya. Jadi banyak sekali yang mendapatkan kepuasan atas usaha beliau dan mendapatkan hasil. Meskipun ada yang tidak berhasil, itu diakuinya karena itu sudah menjadi kehendak Gusti Allah, dan sebelumnya tentu diberi tahu terlebih dahulu meski hanya menggunakan bahasa isyarat (perlambang). Beliau mengajarkan ilmu tiga perkara itu tidak begitu saja kemudian diajarkan tetapi menunggu waktu yang cocok karena pula perintah Gusti Allah yang diterima. Didahulukan kepada mereka-mereka yang sudah mempunyai kepercayaan yang besar terhadap beliau karena pernah minta pertolongan dan berhasil.

Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo yang sudah terkenal dimana-mana yang juga disebut dukun, tidak berhenti juga dalam menjalankan laku prihatin (ora kendhat anggone gentur tapane). Dengan mengurangi makan dan tidur di lantai, banyak memberi, selalu membuat puas orang lain, adalah merupakan kebiasaan yang sudah mendarah-daging, atau sudah menjadi watak beliau. Dan ini yang menyebabkan beliau disegani baik oleh rakyat kecil maupun para pembesar. Rakyat di desa tempat tingal beliau sudah mempunyai kepercayaan yang kuat apabila Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo, yang terkenal dengan panggilan Den Carik, berkesalahan terhadap pemerintah berapa kalipun akan tetap kembali terpilih menjadi Carik. Dan sebaliknya apabila beliau nantinya tidak dikehendaki oleh rakyatnya maka akan ditetapkan menjadi Carik di lain tempat. Beliau sudah berkali-kali akan diangkat menjadi Lurah, tetapi selalu menolak, menurutnya Carik itu mempunyai hajat terhadap orang banyak, tidak berhubungan dengan uang pemerintah, hanya masalah hitung-menghitung angka saja dan jauh dari tindakan yang menyimpang.

Luasnya pergaulan ini dipergunakannya untuk mengajarkan ilmu yang tiga perkara tadi. Namun demikian tidak asal nyerocos dimana tempat, menggunakan perhitungan yang matang dan tentunya petunjuk-petunjuk dari Gusti Allah. Apabila seseorang memang cocok untuk menjadi muridnya maka keyakinannya mengatakan demikian, dan jadilah muridnya. Permintaan kepada murid-muridnya agar sebelum tidur selalu berdo'a (nyenyuwun) kepada Gusti Allah adalah menggunakan bahasa perlambang sebagai berikut:
“Roh suci kang sadurunge jagad gumelar, lan sadurunge Adam tumurun ing alam donya, kagungan suksma langgeng kang tan kena rusak, lan tan kena hukum dening Gusti Allah, Panjalmaning rusul donya. Manggon ing awang-uwung kang amengku isi, pilih janma kang wikan".

Perihal Cahaya Allah beliau tidak menjelaskan dengan kata-kata yang gamblang, toh seandainya nanti akan bertemu dengan Sang Utusan apalagi bisa bertemu dengan Roh Suci, mestinya memang sudah sepantasnya akan dengan sendirinya melihat Cahaya Allah. Begitu juga bila memang telah dipisahkannya nyawa dan suksma pastilah karena Cahaya Allah. Beliau hanya memberikan contoh yang dalam bahasa Jawa disebut sanepo: “Kangjeng Sunan Kali Jaga kagungan lisah Jayeng Katon, yen Kresna kagungan Kembang Cangkok Wijayakusuma, yen Kangjeng Nabi Mohammad kagungan Lintang Johar, yen ing Islam ana Nur Mohammad lan ing Agama Kristen ana Lintang Panjer Enjing". (Sn. Kalijaga mempunyai senjata Jayeng Katon, Kresna mempunyai senjata Kembang Cangkok Wijayakusuma, Nabi Muhammad mempunyai bintang Johar, dan ada Nur  Muhammad, maka  di Kristen ada Lintang Joko Belek = planet Mars).

Itu semua di atas yang dimaksud sebenarnya adalah Cahaya Allah tadi. Dan sebelum berdo’a (minta sesuatu kepada Gusti Allah) lebih baik membaca surat-surat berikut: al-Ikhlas, an-Nass dan al-Fatekhah masing-masing sebelas kali, baru kemudian apa yang diinginkan ditambahkannya. Dan juga kalimat berikut: “Yen mboten kapareng nyumanggakaken pejah-­gesang kawula kunjuk ingarsa dalem Gusti Allah, ingkang nguwaosi sadaya alam dalah saisinipun”. Dan kemudian dilanjutkan dengan dzikir, dan nanti jawaban Gusti Allah akan muncul pada mimpi setelah tidur.

Seluruh rangkaian yang dilakukan oleh suksma (badan halus diri kita) adalah perginya kemana-mana pada saat kita berada dalam alam impian tadi. Impian tadi ada yang menyebut sebagai wisik, tayuh, ilham, firman, sasmita-maya ya itulah yang sebenarnya merupakan perintah dari Gusti Allah melalui Utusan. Apapun yang terjadi dalam alam impian tadi setelah bangun dari tidur kemudian diingat-ingat kalau perlu dicatat. Kepada murid-murid beliau berpesan agar catatan impian tadi diberikan kepada beliau untuk dinilai. Dan begitu seterusnya hingga akhirnya ilmu tiga perkara itu dapat terselesaikan atau disebut khatam (lulus). Kalau sudah lulus/tamat dalam belajar ilmu yang tiga perkara itu kemudian diuji dengan cobaan, dan kalu dalam cobaan itu lulus juga, baru kemudian baru diberikan ilmu tiga perkara tadi dimana sebenarnya duduk perkaranya atau apakah kegunaannya di alam dunia fana ini.

Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo selalu memberikan contoh kepada murid-muridnya agar selalu berlaku yang benar (jujur dan suci) dan selalu dalam keadaan bertapa (puasa dan lain sebagainay). Petuah beliau: ”Dadi muridku kuwi abot, ora saben uwong kuwat dadi muridku, kudu nglakoni lan prihatin. Godha kang abot dhewe, yen lanang kagodha wadon, yen wadon kagodha lanang, kang sugih kuwatir yen bandhane dak apusi, kang mlarat padha kabotan kuwatir yen ngelih. Kang dhuwur pangkate lan pinter-pinter padha nyepelekake, kang asor lan bodhobodho padha ora ngrembug. Kajaba iku muridku kudu manembah ing Gusti Allah, kudu mbantu negara, kudu tresna uwong tuwa lan anak bojo, sregep nyambut gawe, ora kena laku bandrek jina, ora kena wayuh, ora kena drengki, srei, jail, methakil, lan tumindak silip. Yen iki kabeh dilakoni aku tanggung mesthi slamet donya, kubur, lan akherat.”

Di dalam laku prihatin beliau berpesan pada murid-muridnya agar setiap kali menghindari makan garam (nganyep/mutih) dan mandi pada waktu malam hari menjelang tidur, dan sangat melarang untuk mempunyai suatu kegemaran makan sesuatu.


I. KEJADIAN-KEJADIAN ANEH YANG SERING TERJADI DAN DIALAMI
RAMA RESI PRAN-SOEH SASTROSOEWIGNYO

Setelah Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo mengajarkan ilmu Gusti Allah, maka banyak sekali orang yang berdatangan dari segala penjuru desa ingin menimba ilmu itu. Orang-orang itu berdatangan memang ingin mengetahui ilmu Gusti Allah tadi yang biasanya punya alasan untuk bekal kelak di akherat nanti, dimana dalam berguru itu tidak pernah diberi tahu atau diterangkan mengenai ilmu yang tiga perkara itu. Secara pribadi Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo adalah orang yang sangat berwibawa dengan kata-katanya yang selalu menjadikan tentram buat semua orang. Sedangkan bagi lingkungan rumah sendiri (tangga teparo) tidak tahu persisi apa yang dikerjakan oleh beliau, tahunya adalah bahwa beliau seorang kyai atau dukun yang sudah terkenal kemana-mana dengan bukti selalu banyak orang yang berdatangan ke rumah beliau. Bahkan dari murid-muridnya sekalipun tidak pernah mengerti apa sih tugas beliau terlahir ke dunia ini, yang menjadikannya mereka semua tertarik adalah tindak-tanduknya yang mencermikan bukan orang biasa, tetapi orang yang mempunyai kelebihan. Semua perintah-perintahnya selalu cocok dengan kejadian yang sebenarnya. Buat beliaunya sendiri, memang sudah tidah memungkirinya, lebih-lebih ketika sudah mendapatkan Wahyu Utusan maka sudah tidak ragu lagi bahwasannya memang beliau adalah Utusan Gusti Allah.

Sudah banyak sekali dan tak terhitung lagi keanehan-keanehan dari Gusti Allah yang sudah beliau mengerti dan alami, meskipun begitu karena Wahyu Roh Suci sudah menyatu dengan dirinya berarti beliaunya memang sudah menunggal dengan Gusti Allah, makanya beliaupun bisa saja sewaktu-waktu memperlihatkan keanehan-keanehan itu, yang meskipun dalam persepsinya hanya untuk memperlihatkan kepandaiannya sendiri. Dan sebenarnya bukanlah untuk menyombongkan diri, tetapi agar masyarakat menjadi ingat akan Gusti Allah yang mempunyai sifat ghaib, dan beliaunya sendiri memang tidak bisa berbuat banyak dan hanya bersandar apa yang telah menjadi kehendak Gusti Allah.

Sedangkan beberapa hal keanehan-keanehan yang sudah disaksikan oleh banyak orang antara lain:
a)      Ketika beliau bersiul di atas sebuah kedung, maka keluarlah banyak sekali ikan lele yang kemudian ditangkapi oleh orang-orang dan dapat merata untuk seluruh kampung.
b)      Memancing ikan hanya menggunakan lidi yang tanpa diberi umpan, toh hasilnya banyak sekali sampai kewalahan menangkapnya karena seringnya mendapat ikan.
c)      Menanam waluh sepohon berbuah tiga dengan tiga macam bentuknya, yang pertama bulat bundar, yang kedua lonjong dan yang terakhir lonjong kemudian ujungnya bulat.
d)      Menanam cabe sebatang berbuah lima tetapi dua macam, ada yang besar-besar (cabe merah) dan ada yang kecil-kecil (cabe rawit).
e)      Menanam kangkung tetapi rasanya pahit, biarpun diolah dengan cara bagaimanapun tetep saja pahit (misalnya diolah dengan daging), dan banyak orang sudah membuktikan bahwa kankung yang ditanam beliau memang pahit ngenthek.
f)       Menanam durian dari bijinya (pongge) yang dibalut dengan sabut kelapa di desa Prebutan, setelah berbuah maka ketika bunganya banyak ada di batang (bagian bawah) maka buahnya yang banyak ada di atas, dan sebaliknya ketika bunganya yang banyak di atas maka buahnya banyak ada di batang. Sampai sekarng hal itu menjadikan pertanda apabila ada pohon durian yang demikian berarti memang yang menanam adalah murid beliau tetapi kalau pohon durian itu buahnya banyak di batang berarti itu tanaman petani biasa.
g)      Begitu juga beliau mengerti terlebih dahulu tempat-tempat yang akan terjadi wabah, atau perang, atau gunung-gunung mana ayang akan meletus.
h)      Pada waktu Gunung Merapi meletus pada tahun 1930 dan mengeluarkan lahar yang banyak sekali, maka lahar itu sampai ke daerah Munthilan, termasuk pekarangan beliau Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo di Kampung Jagalan, yang juga teraliri oleh lahar tadi. Dan anehnya lahar tadi bisa disuruh-suruh oleh beliaunya. Ketika lahar disuruh berhenti ya berhenti di suruh belok ya belok, disuruh jalan ya jalan lagi. Kenyataan itu disaksikan putranya sendiri yang bernama R. Sindu Widagda, yang nama kecilnya adalah R.Mukri, yang ketika itu masih kecil dan sedang digendong ayahnya.

Beliau sangat menyukai terhadap binatang-binatang piaraan, sepeti perkutut, puter, ayam, merpati, anjing, tawon dan bermacam-macam ikan. Sangat menyukai burung perkutut karena beliaunya juga suka kesenian kerawitan. Dan kalau sedang melepas merpatinya beliau sampai menyuruh seseorang untuk melepasnya di suatu tempat dan memang sangat menyukai adu merpati. Kesukaannya terhadap merpati karena kesuciannya, dimana kesetiaan terhadap pasangannya bisa teruji walaupun dicampur dengan banyak burung merpati yang lain, tetap saja tidak akan mau kalau bukan jodohnya. Dan ayam jago memang sudah menjadi kehendaknya, Disamping memang sudah kodratnya untuk bertarung tetapi bisa dipakai untuk menata dunia di alam batin, karena kesuciannya dapat menaklukkan kemurkaan dunia. Makanya ketika ada wabah yang menyerang ayam, yang hampir-hampir menghabiskan seluruh ayam-ayamnya beliau sangat bersedih dan akhirnya meminta Gusti Allah untuk meberikan petunjuk apa yang menjadi tumbalnya. Ternyata hanya sederhana tetapi sangat memalukan, yaitu beliaunya harus berlaku ngedan (menjadi orang gila) selama sebelas hari. Jadi setiap jatuh pasaran Pon dan Kliwon yang bertepatan dengan hari pasar di Pasar Munthilan, beliaunya berpakaian lengkap dengan destar dan jas hitam serta kain wiron mlipis, tetapi memanggul keranjang yang isinya jagung untuk makanan ayam. Tidak cuma itu, masih harus berselempangkan krupuk terong dan slondok (lanting) yang direnteng dengan tali. Hal seperti itu pastilah menjadikan heran banyak orang, dan menjadikan bahan tertawaan. Tetapi setelah itu, wabah penyakit pada ayam lama-lama menghilang.

Memelihara anjing ada hubungannya dengan Wahyu Sejatining Kakung, yang menjadikan tumbal agar ditakuti oleh para lelembut (makhluk halus). Dan masih banyak lagi hewan-hewan piaran yang lain, yang kadang-kadang harus dibeli dengan harga yang cukup mahal, tetapi karena itu merupakan syarat menepati perintah Gusti Allah ya harus dilakukan. Tetapi ada yang sama sekali tidak boleh dipelihara, yaitu bebek (itik) dan babi. Karena memelihara itik berarti hanya untuk mengambil telurnya saja, yang artinya sudah membunuh banyak sekali benih-benih kehidupan, atau memelihara itik artinya seekor jantan dengan banyak ekor betina (wayuh yang terlalu banyak) dan itu tidak menjadikan keinginannya. Untuk piaraan babi, mungkin karena babi dianggap sebagai sumber berbagai penyakit.

Tanaman yang menjadi kesayangannya adalah padi dan tembakau. Padi tadi menggambarkan ilmu Gusti Allah yang sedang diajarkan, yang juga menggambarkan keadaan murid-muridnya di alam batin. Menanam padi haruslah selalu sambung-menyambung jangan sampai berhenti, yang maksudnya jangan sampai kekurangan beras, karena banyaknya anak cucu serta murid-muridnya.

Dari kecil hingga dewasa dan berumah tangga yang menjadikan kesenangannya hanyalah bertani, maka dari itu dalam hal pertanian beliaunya mempunyai pengalaman yang bisa dikatakan sempurna. Dan begitu pula dalam hal menanam tembakau, dari ilmu yang pernah dipelajari ketika masih menjadi landmeter pada seorang saudagar China, maka beliau juga menanam tembakau hingga beberapa bau. Hal itu semata karena kadang-kadang memerlukan biaya yang sangat besar. Dan kadang-kadang mau membeli yang masih ada di kebon (nebas), atau juga menimbun, karena beliaunya selalu ingat ketika masih sangat miskin, yang kadang-kadang bisa menimbulkan hal-hal yang kurang baik dan tidak jujur, misalnya: menjual ilmu Gusti Allah yang sebenarnya beliau terima dengan gratis, berlaku riba, menyimpangkan kepunyaan anak istri atau murid-muridnya, yang itu semua adalah menjadi hal yang dilarang.

Buat mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang makin hari makin meningkat, dimana makin hari makin bertambah muridnya, beliau pernah berdagang yang bermacam-macam. Salah satunya adalah jualan petasan keliling, sampai ke Munthilan, Borobudur hingga Magelang. Beliau tidak memperbolehkan murid-muridnya merentenir, tetapi mengharuskan berbuat kerukunan atau gotong-royong dan membantu kepada orang-orang yang berkekurangan. Karena beliau memang turunan petani maka sangat gemar sekali bertanam dan bisa dikatakan pliket banget marang lemah. Belum pernah beliau menjual tanah bengkok, apalagi tanah haknya meskipun hanya penjualan sementara (tanah disewakan). Dan sebaliknya, beliau sering kali membeli tanah yang kemudian diberikan haknya kepada anak-anaknya, sehingga mereka mempunyai pekarangan sendiri-sendiri.

Beliau akhirnya pindah rumah dari Prebutan ke Jagalan. Perpindahan itu karena perselisihan dengan Lurah baru, yaitu masih saudara sendiri yang semula menjadi Kamituwa. Perselisihan itu karena Lurah baru ini juga berlaku yang kurang baik terhadap keuangan negara (nggampangake). Sedangkan Lurah yang lamapun diberhentikan karena mengelapkan uang pajak. Meskipun sebelum menjadi Lurah beliaunya sudah mngetahui terlebih dahulu, dan waktu itu beliau pernah menawari kedudukan Lurah untuk saudaranya itu (ipe nak-sanak), dan waktu itu dijawab bahwa hal itu tidak akan mungkin, tetapi kenyataan itu benar-benar terjadi. Beliau pindah ke Jagalan juga tetap menjadi Carik yang karena memang sedang kosong. Konon beliaunya sudah memohon kepada Gusti Allah, untuk menjadi Carik di tempat yang lain kerena di tempat yang lama sudah tidak nyaman lagi dan selalu terjadi perselisiahn dengan saudara ipe tersebut.

Mungkin kisah berikut ini adalah kisah yang paling mengherankan. Pada awal tahun 1930 beliau dan beberapa orang klasir ke suatu tempat yang berada diantara Kali Lamat dan Blongkreng. Orang-orang lain tidak mengerti apa maksud beliaunya memberi nama yang aneh-aneh pada tempat yang diklasir tersebut: Watu Murah, Watu Tumpuk dan Watu Lumbung. Ketika ditanya tentang maksud memberi nama yang aneh-aneh tadi maka beliaunya hanya menjawab bahwa, Watu Murah maka nantinya di tempat bebatuan akan menjadi murah, Watu Tumpuk nantinya di tempat itu batu akan bertumpuk-tumpuk dan Watu Lumbung maka nantinya di tempat itu akan ada batu yang sebesar lumbung.

Alkisah seoarang murid beliau yang bernama Surareja adah murid terkasih yang berasal dan bertempat tinggal di lereng Gunung Merapi. Pak Surareja ini murid yang hampir-hampir menyamai beliaunya tentang perintah-perintah dari Gusti Allah, sehingga orang umum mengatakan kalau dia adalah orang yang kurang waras. Ketika itu Pak Surareja ini menerima perintah yang sangat gamblang dari Gusti Allah, bahwa gunung Merapi akan meletus pada tanggal, bulan tahun dan jam yang sudah ditentukan. Kemudian beliau sowan Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo hanya untuk mencocokkan perintah tersebut. Ketika diberi jawaban yang benar adanya seperti itu, maka Pak Surareja pulang kembali ke rumahnya dan mengungsikan seluruh keluarga serta hewan-hewan piaraannya. Kemudian Pak Surareja ini juga mengabarkan hal itu kepada penduduk tempatnya tinggal. Tetapi penduduk di situ tidak mempercayainya dan bahkan menganggap Pak Surareja ini sedang kedanan ilmunya beliau. Karena tidak dipercaya semua omongannya itu kemudian pak Surareja pergi sambil menangis di sepanjang jalan, dan orang-orang di sana malah menjadi semakin yakin bahwa Pak Surareja ini benar-benar telah gila.

Akhirnya semua yang dikatakan Pak Surarejo ini menjadi kenyataan. Gunung Merapi meletus pada tahun 1930 menetapi semua perintah Gusti Allah. Banjir batu dan lahar ada dimana-mana termasuk ke Munthilan. Kali Lamat yang berada disekitar pekarangan beliau juga mengalir lahar. Semua orang sudah mengungsi termasuk keluarga beliau, tetapi beliaunya sendiri tidak ikut mengungsi dan hanya ditemani oleh abdinya yang bernama Pak Lepok. Dan akhirnya tempat yang pernah dinamai dengan Watu Murah, Watu Tumpuk dan Watu Lumbung benar-benar tertimbun batu yang besar-besar berasal dari Gunung Merapi yang ikut bersama aliran lahar. Dan barulah mereka sadar apa yang menjadi maksud beliau saat itu.

Jadi Rama Resi Pran-Soeh Sastrosoewignyo bisa dikatakan orang yang sudah ngerti sak durunge winarah, semua kejadian-kejadian yang akan terjadi sudah dimengertinya lebih dahulu dan sudah diwahyukannya di alam halus, dan beliau sudah menyatu dengan Gusti Allah dan selalu berlaku suci serta masih besar rasa prihatin dan dalam hal mengekang hawa nafsu.




Ref: