Wikipedia

Kejawen

Kejawen (bahasa Jawa Kejawèn) adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan sukubangsa lainnya yang menetap di Jawa.

Etimologi
Kata “Kejawen” berasal dari kata Jawa, sebagai kata benda yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu segala yg berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan). Penamaan "kejawen" bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, kejawen merupakan bagian dari agama lokal Indonesia. Seorang ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz pernah menulis tentang agama ini dalam bukunya yang ternama The Religion of Java atau dalam bahasa lain, Kejawen disebut "Agami Jawi".

Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa.

Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan "ibadah"). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat, dan menekankan pada konsep "keseimbangan". Dalam pandangan demikian, kejawen memiliki kemiripan dengan Konfusianisme atau Taoisme, namun tidak sama pada ajaran-ajarannya. Hampir tidak ada kegiatan perluasan ajaran (misi) namun pembinaan dilakukan secara rutin.

Simbol-simbol "laku" biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi yang dianggap asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Akibatnya banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah mengasosiasikan kejawen dengan praktek klenik dan perdukunan.

Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.

Beberapa aliran kejawen
Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama tertentu. Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktekkan ajaran agama (lain) tertentu. Beberapa aliran-aliran tersebut adalah (Wikipedia Bahasa Jawa): 
  1. Subud (Susila Budhi Dharma)
  2. Paguyuban Sumarah
  3. Sapta Darma
  4. Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu)
  5. Paguyuban Sangkan Paraning Dumadi Sri Jayabaya
  6. Paguyuban Satriya Mangun Mardika Dunungé Urip
  7. Pran-Suh
  8. Agama Jawa Asli Republik Indonesia
  9. Kawula Warga Naluri
  10. Ngèlmu Beja-Mulur Mungkret
  11. Ilmu Sejati Prawira Sudarsa
  12. Paguyuban Pambuka Das Sanga
  13. Indhuk Warga Kawruh Utama
  14. Aliran Kebatinan Perjalanan
  15. Kapercayan Budi Daya, dan lain-lain.


Wikipedia bahasa Inggris
Kejawen, memiliki prinsip-prinsip memasukan mencari dalam diri tetapi pada intinya adalah konsep ketenangan pikiran. Meskipun Kejawen tidak sepenuhnya sebuah afiliasi keagamaan, nilai-nilai etika dan alamat rohani terinspirasi oleh tradisi Jawa. Ini bukan agama dalam arti kata biasa, seperti Islam, Yahudi, atau Kristen. Tidak ada kitab suci seperti Injil atau Al Qur'an, tidak ada nabi. Tidak ada penekanan pada eskatologi (yaitu, kehidupan setelah kematian, surga atau neraka, setan atau malaikat).


Kebatinan Kebatinan adalah pencarian metafisis untuk harmoni dalam hubungan batin seseorang, dengan alam semesta, dan dengan Tuhan Yang Maha Esa. kepercayaan Jawa adalah kombinasi dari okultisme, metafisika, mistik dan doktrin-doktrin esoterik lainnya, mencontohkan kecenderungan Jawa untuk sintesis. Sistem Jawa sangat fleksibel yang syncresis dalam semua manifestasi yang dapat dicapai, bahkan seperti yang menjadi perselisihan. Idealisme Jawa adalah menggabungkan hikmat manusia (Wicaksana), jiwa (Waskita) dan kesempurnaan (Sempurna). Pengikut-pengikutnya harus mngendalikan kesenangannya, menghindari keduniawian dan kenyamanan, sehingga dia mungkin suatu hari mencapai pencerahan harmoni dan semangat persatuan dengan alam semesta.


Meditasi Pada umumnya penganut kebatinan percaya pada keberadaan sebuah superconsciousness di dunia yang diluar pemahaman umat manusia, yang mengendalikan dan memandu urusan-urusan manusia dan takdirnya. Superconsciousness ini diyakini dapat dihubungi melalui meditasi (bertapa, topo). Ada beberapa teknik meditasi: topo kalong (meditasi dengan menggantung dari pohon), topo pati geni (menjauhkan diri dari cahaya dan api sehari atau beberapa hari), topo Senen (puasa pada hari Senin), topo mutih (pantang makan apa pun yang berasa asin dan manis) dan topo ngablek (mengisolasi diri di kamar gelap). Puasa adalah praktek umum yang digunakan oleh spiritualis Jawa untuk mencapai disiplin pikiran dan tubuh untuk menyingkirkan material dan keinginan emosional. Banyak pengikut kebatinan bermeditasi dengan cara mereka sendiri untuk mencari bantuan spiritual dan emosional. Praktek-praktek ini tidak dilakukan di gereja-gereja atau masjid, tetapi di rumah atau di gua-gua atau bertengger di gunung. Meditasi dalam budaya Jawa adalah mencari kearifan diri dan untuk mendapatkan kekuatan fisik. Tradisi ini diwariskan dari generasi ke generasi.


Menurut Islam
Aliran kebatinan sudah menyebar ke beberapa bagian Malaysia di mana beberapa orang telah menggabungkannya dengan konsep-konsep Islam (misalnya memproklamirkan diri sebagai nabi baru, tetapi menyampaikan pesan yang merupakan kombinasi dari Islam dan aliran kebatinannya). Hal ini menyebabkan otoritas Islam Malaysia menyatakan unsur-unsur kebatinan adalah "syirik" dan tidak Islami. Suatu penyimpangan kebatinan Islam tersebar luas di Malaysia di kalangan praktisi silat, dukun dan beberapa pendeta (misalnya Ayah Pin dan beberapa yang mengaku sebagai nabi Islam).


Evolusi
Spiritualisme Jawa ini mencakup pencarian yang tidak pernah berakhir dengan selalu ingin tahu dan mendapatkan suatu kejutan. Ini memiliki beberapa pengaruh asing. Orang Jawa cenderung fleksibel dan pragmatis sejauh kehidupan rohani seseorang yang bersangkutan. Kompleksitas ini adalah hasil dari latar belakang budaya Jawa yang rumit dan pengaruh berbagai budaya asing. Tetapi pada dasarnya spiritualisme Jawa adalah bersifat individualistik dalam pendekatan, yaitu sesuatu yang sangat “njawani”. Yang dilakukan dari orang-ke-orang (guru ke murid).


Buku Pegangan
Praktek-praktek kebatinan dan kejawen secara luas tertulis dalam naskah-naskah yang terdapat dalam perpustakaan Sanabudaya (Yogyakarta) dan Perpustakaan utama Kraton Solo dan Yogyakarta. Kebanyakan dari tulisan-tulisannya yang sengaja dibuat elips sehingga perlu penafsiran khusus untuk memahaminya. Bahkan dalam beberapa kasus naskah di-codec dengan sistem rahasia yang harus dibuka dengan “kunci rahasia” untuk mengetahuinya.

Beberapa naskah Jawa ini berhubungan dengan kisah-kisah tentang Syekh Siti Jenar yang konflik dengan Wali Sanga, sembilan ulama Islam di Jawa, dan Kesultanan Demak. Meskipun Syekh Siti Jenar adalah seorang sufi yang mengajar hampir sama dengan Al-Hallaj, sebagian besar pengikutnya (Ki Kebo Kenanga) berasal dari kebatinan. Beberapa sejarawan meragukan tentang keberadaan Syekh Siti Jenar (juga dikenal sebagai Syekh Lemah Abang) yang menunjukkan cerita-cerita merupakan konflik antara kebatinan dan Islam di masa lalu.