12 Mar 2011

PAGUYUBAN SUMARAH

S U M A R A H



 
Riwayat Singkat Pendiri Paguyuban Sumarah
Pendirinya adalah R.Ng. Soekinohartono (Pak Kino). Beliau dilahirkan pada tanggal 27 (26 malem) Desember 1897 di desa Munggi, Kapanewon Semawu, Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta, dari keluarga Raden Wirowedono. Pak Kino meninggal dunia pada tanggal 25 Maret 1971 di Wirobrajan VII/158 dan dimakamkan di Pemakaman Kuncen Yogyakarta.

Beliau pernah mengikuti pendidikan di Sekolah Rendah, dan setelah dewasa berpindah ke Yogyakarta. Kemudian menjadi pegawai di Keraton sebagai Mantri Pamicis, akhirnya menjadi pegawai Bank Nasional di Yogyakarta.

Sejak muda R.Ng. Soekinohartono sudah tertarik pada ilmu kebatinan, gemar melakukan tirakat, tapa brata, dan meditasi. Beliau juga telah memiliki benih ilmu kebatinan warisan dari orang tuanya, berupa ilmu kanuragan atau jayakawijayan. Namun, ilmu seperti itu menurut pendapatnya tidak membawa pada keselamatan. Oleh sebab itu, ilmu kanuragan itu kemudian ditinggalkan, dan mencari guru yang ilmunya dapat membawa kepada keselamatan lahir dan batin.

Lahirnya tuntunan Sumarah adalah dalam kondisi ketika bangsa Indonesia sedang mengalami penderitaan karena dijajah oleh kolonial Belanda. Pak Kino merasa prihatin melihat keadaan bangsanya. Oleh karena itu, beliau senantiasa memohon dengan bermeditasi kepada Tuhan YME, agar bangsa Indonesia merdeka terlepas dari penjajahan asing. Permohonannya kemudian dikabulkan oleh Tuhan YME dengan diwahyukannya tuntunan Sumarah melalui Hakiki kepada R.Ng. Soekinohartono pada tanggal 8 September 1935 di rumahnya Wirobrajan VII/158 Yogyakarta. Hakiki adalah sumber otoritas spiritual sebagai perantara Tuhan kepada individu tertentu, yang artinya sama dengan guru sejati. Ketika itu beliau sedang bermeditasi memohon kemerdekaan Indonesia, dan menerima Ilmu Sumarah untuk diajarkan kepada umat manusia agar beriman seutuhnya kepada Than YME. Karena pada waktu itu di kalangan bangsa Indonesia masih banyak yang imannya tidak bulat. Mulai saat itulah Pak Kino melaksanakan tugasnya membimbing Sufi-Sufi Jawa Pak Suhardo, Pak Hardjoguno, Pak Sastrosudjono, Pak M. Nirman Rogoatmodjo, Pak Prawiroatmodjo, Pak Dwidjowijoto, dan seterusnya.


Pengertian Sumarah
Kata sumarah berasal dari bahasa Jawa artinya menyerah atau pasrah. Sedangkan Sumarah yang dimaksud adalah tingkat kesadaran manusia untuk berserah diri seutuhnya kepada Tuhan YME. Paguyuan Sumarah mendasarkan diri pada Ilmu Sumarah yang diwahyukan pertama kali kepada R.Ng. Soekinohartono. Ilmu Sumarah intinya mengutamakan sujud sumarah, yakni pasrah menyerah bulat seutuhnya kepada Tuhan YME. Dalam praktiknya sujud sumarah tampak sederhana, tetapi harus dilakukan dengan tekad yang teguh, tekun, dan waspada.

Yang dapat diterima menjadi anggota Paguyuban Sumarah adalah warga Indonesia yang sudah mencapai umur 15 tahun, serta sudah tergugah rasa ketuhannnaya, bersedia mematuhi sesanggeman, menyetujui anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Paguyuban Sumarah, tanpa membedakan suku bangsa, religi, dan jenis kelamin.

Sesanggeman yang harus dipatuhi warga Paguyuban Sumarah adalah sebagai berikut.

  1. Sanggem tansah enget dhateng Allah, sumingkir saking raos pandaku, kumingsun, pitados dhateng kasunyatan saha sujud sumarah ing Allah.
  2. Marsudi sarasing sarira, tentreming panggalih saha sucining Rohipun, mekaten ugi ngutamekaken watakipun, dalah muna-muni tuwin tindak-tandukipun.
  3. Ngraketaken pasedherekan adhedhasar rasa sih.
  4. Sanggem tumindak saha makarti, anjembaraken wajibing ngagesang, sarta anggatosaken preluning bebrayan umum, netepi wajibing Warga Negara, tumuju dhateng kamulyan saha kaluhuran, ingkang mahanani tata tentreming jagad raya.
  5. Sanggem tumindak leres, ngestokaken Angger-Angger Nagari tuwin ngaosi ing sasami, mboten nacat kawruhing liyan, malah tumindak kanthi sih, murih sadaya golongan, para ahli kebatosan tuwin sadaya Agami saged nunggil gegayuhan.
  6. Sumingkir saking pandamel awon, maksiyat, jahil, drengki, lan sasaminipun. Sadaya tindak tuwin pangandika sarwa prasaja sarta nyata, kanthi sabar saha titi, mboten kesesa, mboten sumengka.
  7. Taberi ngudi jembaring seserepan lahir batos.
  8. Boten fanatik, namung pitados dhateng kasunyatan, ingkang tundhonipun murakabi dhateng bebrayan umum.

Organisasi Paguyuban Sumarah
Sumarah adalah filsafat hidup dan suatu bentuk meditasi yang awalnya berasal dari Jawa. Praktek ini didasarkan pada pengembangan kepekaan dan penerimaan melalui relaksasi tubuh, perasaan dan pikiran. Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang di dalam diri kita, batin dan kesunyian, yang diperlukan untuk mewujudkan jati diri.

Pada awal munculnya, Paguyuban Sumarah mengenal istilah Trio Pinisepuh yaitu Pak Kino, Pak Hardo, dan Pak H. Sutadi. Ketiganya mempunyai tugas berbeda namun tetap dalam koridor Sumarah. Pak Kino sebagai pengemban tugas Penerima dan sekaligus penjaga kemurnian Dawuh/Tuntunan Tuhan YME, Pak Hardo bertugas di bidang pendidikan warga dan Pak H. Sutadi sebagai pengembang organisasi.

Sejak tahun 1950, Paguyuban Sumarah membentuk sebuah organisasi. Inti kegiatan Organisasi Paguyuban Sumarah, tak lain mempelajari, mempraktekkan, sekaligus memerdalam ke-sumarah-an bagi seluruh anggotanya melalui bentuk ritual peribadatan rohani dan secara bersama-sama.

Dari tahun ke tahun perkembangan Organisasi Paguyuban Sumarah adalah sebagai berikut:
1.      Tahun 1935 - 1950         : Bp. R. Ng. Soekinohartono, Pak Suhardo, Pak H. Sutadi
2.      Tahun 1950 - 1966         : Bp. dr. Soerono (Pengurus Besar Pag. Sumarah)
3.      Tahun 1966 - 1982         : Bp. Drs. Arymurti (Ketua Umum DPP Pag. Sumarah)
4.      Tahun 1982 - 1992         : Bp. Brigjen Zahid Husein (Ket.Umum Pag. Sumarah)
5.      Tahun 1992 - 1997         : Bp. Brigjen Soemarsono (Ket. Umum Pag. Sumarah)
6.      Tahun 1997 - sekarang    : Bp. Ir. Soeko Soedarso (Ket.Umum Pag. Sumarah)

Kemudian untuk cabang-cabang di daerah:
1.   Bp. Soewondo (Surakarta) bersama Bp. Sri Sampoerno (penghimpun WNA)
2.   Bp. Kyai Abdoel Hamid (Banjarsari - Madiun)
3.   Bp. May. Purn. Soekardji (Jawa Timur)
4.   Bp. Moestar (Gresik)
5.   Bp. Sichlan dan Bp. Suyadi (Ponorogo)


Sikap batin yang demikian hanya akan terwujud pada manusia yang memiliki keyakinan akan adanya Tuhan YME, yang telah memberi kita hidup dan kehidupan, Tuhan yang menciptakan dunia raya seisinya.
Tentu saja kadar ke-sumarah-an masing-masing orang akan berbeda satu sama lain, hal ini kiranya terjadi karena faktor tingkat keyakinan, tingkat kedewasaan jiwa, dan juga tingkat kesadaran yang dimiliki oleh masing-masing pribadi. Demikian pula latar belakang kondisi lingkungan, tingkat intelegensia serta keluasan wawasan juga ikut mempengaruhi kadar ke-sumarah-an tersebut disamping faktor-faktor yang lain.

Konsep Tuhan dan Manusia
Manusia yang pertama kali diciptakan oleh Tuhan YME adalah Adam dan Hawa. Namun keduanya tidak dipandang sebagai manusia riil, tetapi mereka adalah roh suci yang berasal dari Zat Yang Maha Esa dan badan nafsu yang berasal dari iblis.
Firdaus sebagai alam kehidupan Adam dan Hawa yang pertama, menurut ajaran Sumarah, diartikan sebagai Alam Suci. Godaan Iblis kepada Adam dan Hawa ketika masih bermukim di Firdaus, pada dasarnya adalah godaan badan nafsu untuk kepada roh suci agar menyekutukan Tuhan. Kemudian setelah iblis berhasil menggoda Adam dan Hawa (roh suci dan badan nafsu), maka mereka diusir dari Alam Suci (Firdaus) dan masuk ke dalam alam rahim (kandungan) wanita. Adam dan Hawa setelah keluar dari Firdaus dalam keadaan telanjang bulat (sebagai lelaki dan perempuan), diartikan bahwa sesudah bayi lahir dalam keadaan telanjang baru dapat diketahui jenis kelaminnya.

Manusia menurut ajaran Sumarah terdiri dari: badan wadah (jasmani), badan nafsu, dan jiwa (roh). Badan wadah, merupakan unsur jasmani atau fisik manusia yang tersusun dari empat anasir, yaitu tanah, air, dan udara. Badan nafsu (emosiaonal body) merupakan percikan Tuhan dengan perantara iblis. Menurut ajaran Sumarah, manusia memiliki empat macam nafsu, pertama nafsu mutmainah, sebagai sumber semua perbuatan baik dan alat untuk menemukan Tuhan. Kedua, nafsu Amarah, yaitu sumber kemarahan dan kedurhakaan. Ketiga, nafsu Suwiyah, merupakan sumber erotik, pengundang birahi. Dan keempat, nafsu Lawamah, sumber egoisme dalam diri manusia.

Disamping kelengkapan nafsu, manusia juga memiliki jiwa atau roh yang berasal dari Roh Suci (Tuhan). Rasa (dzauq) sangat terkait dengan jiwa, terdapat di dalam dada. Di dalam dada jantung, di dalam jantung terdapat Masjidil Haram, tempat Baitullah. di dalam Baitullah terdapat budi, nur. Dengan demikian, hakekat manusia bukan hanya wujud jasmani saja, tetapi juga memiliki wujud gaib dan wujud yang gaib lagi.

Badan jasmani dengan alat kelengkapannya, termasuk dalam dunia yang tampak atau alam wadag. Jiwa dan rasa termasuk dalam alam gaib yang dianggap lebih luas daripada dunia yang tampak ini. Alam tempat qolb disebut alam gaib yang lebih luas lagi bahkan yang terluas, yang meliputi alam wadag dan alam gaib. Alam ini disebut juga alam bayangan, yang terletak kira-kira di dalam jantung.

Manusia dalam hidup sehari-hari digambarkan sebagai sebuah Negara lengkap dengan aparat pemerintahannya. Jiwa berfungsi sebagai kepala Negara dan empat nafsu sebagai kabinetnya. Dewan perwakilan terdiri dari malaikat Jibril dan Ijajil, dan jantung berfungsi sebagai kantor pusat pemerintahan. Melalui pembuluh darah, kantor pusat dapat berhubungan dengan seluruh bagian. Otak berfungsi sebagai kantor telekomunikasi, hati sebagai pusat distribusi, dan perut sebagai pabrik segala makanan. Pembuluh darah sebagai jalan lintas, dimana sel-sel darah sebagai pegawai negeri dan sel darah putih sebagai tentara dan polisi.

Meskipun jiwa berfungsi sebagai kepala Negara tapi dalam pelaksanaannya dia tidak mempunyai kekuasaan. Keempat mentri itulah yang menguasai pemerintahan. Sikap manusia tergantung dari sifat dominan keempat nafsu yang ada. Jika seseorang meninggal dunia tetapi jiwanya belum bersih, karena masih dilekati hawa nafsu, maka rohnya mengembara dan selalu tertarik kepada hidup duniawi. Roh yang mengembara, jika menjumpai sepasang lelaki perempuan yang sedang bercinta kasih, maka roh itu segera masuk ke dalam kandungan wanita itu. Demikianlah cara kelahiran kembali (reinkarnasi) dalam konsep Paguyuban Sumarah.

Meditasi Sumarah
Sebagaimana tertera di pendahuluan, Sumarah merupakan filsafat hidup dan suatu bentuk meditasi. Dalam praksisnya, meditasi Sumarah mengembangkan kepekaan dan penerimaan melalui relaksasi tubuh, perasaan dan pikiran, agar tercipta ruang di dalam diri, batin dan kesunyian. Tujuannya tak lain untuk mewujudkan jati diri. Pada dasarnya, menurut Paguyuban Sumarah, meditasi adalah sebuah alat untuk membantu kita berjalan di dunia dan melalui hidup dengan cara terbaik. Meditasi adalah alat yang berharga untuk membantu kita berhenti dan ingat bahwa memang hanya diam dan hanya secangkir teh.

Tapi yang dilakukan Paguyuban Sumarah, berbeda dengan meditasi pada umumnya, sebagaimana terdapat dalam agama dan kepercayaan lain. Tidak ada peran tetap, seperti cara tertentu pernapasan, teknik untuk membantu konsentrasi, posisi spesifik untuk terus, sambil meditasi dan sebagainya. Meditasi Sumarah hanya didasarkan pada penerimaan apa adanya. Maksudnya, berawal dari penerimaan bahwa kita tidak akan pernah menjadi sempurna dan bahwa kita akan selalu melakukan kesalahan. Hal ini mengajarkan bahwa komitmen diperlukan, tetapi upaya yang berlebihan tak bukan hanyalah wajah lain dari ambisi kami.

Paguyuban Sumarah berpandangan, hidup adalah gerakan yang berkelanjutan dan perubahan realitas sepanjang waktu. Karenanya, kita harus belajar untuk tahu dan menghargai apa yang ada bagi kita, dan dalam waktu yang sama untuk tidak terlalu melekat padanya. Sumarah tidak menawarkan solusi, tidak menjanjikan keselamatan, tidak menjamin kesuksesan.

Meditasi Sumarah adalah jalan, alat hidup, untuk hidup dan dalam kehidupan, bukan tujuan itu sendiri. Jadi, meditasi diibaratkan suatu alat yang membantu kita menuju ke suatu tempat. Begitu kita sampai di tujuan, maka alat tersebut harus kita lepaskan.
Praktek Sumarah tidak mengajarkan isolasi atau menghindari hal-hal duniawi. Sebaliknya hal itu mengajarkan kita untuk menerima hidup dalam totalitasnya, membenamkan diri di dalamnya untuk baik dan buruk. Inilah sebabnya mengapa Sumarah suka menggunakan ungkapan rame tapa, mundur bising, cara untuk belajar praktek yang benar perdamaian di tengah medan perang dan diam di tengah-tengah kebingungan bising.

Sumarah membagi meditasi menjadi dua, yakni meditasi khusus dan harian. Yang pertama, disebut khusus untuk membedakannya dari kehidupan normal sehari-hari. Ini adalah waktu tertentu di mana kita duduk, santai dan terbuka untuk menerima energi ilahi. Ini adalah kesempatan untuk latihan dan melepaskan ketegangan dan pikiran. Membiarkan diri kita menyadari perasaan dan melepaskan konsep-konsep yang terlalu sering merupakan kendala bagi pengembangan diri sebenarnya.

Tapi meski disebut khusus, tetap saja tak ada aturan baku terhadap meditasi ini. Semua diserahkan kepada masing-masing individu, berapa kali atau berapa lama dalam sehari ia perlu melakukan meditasi. Di sisi lain, meditasi harian adalah upaya memertahankan meditasi khusus. Dengan cara ini manusia belajar melihat kualitas luar biasa saat-saat biasa dan kualitas biasa saat-saat yang luar biasa. Biasanya antara meditasi khusus dan harian ada jurang yang nyata. Karenanya, praktek adalah tepat tentang mengurangi kesenjangan tersebut.

Keinklusifan cara meditasi Sumarah juga didasarkan atas kritiknya terhadap meditasi pada umumnya. Umumnya, para penganut agama atau kepercayaan tertentu menggunakan meditasi sebagai pelarian dari kenyataan setiap kali menemukan hal-hal yang tak disukai, saat dalam kesukaran atau takut pada malapetaka. Selain itu meditasi menjadi terlalu terikat dengan sebuah negara interior yang dengan mudah berubah menjadi kepuasan diri.

Sebaliknya, meditasi dalam kondisi sulit dan tidak menguntungkan, dalam keheningan maupun keramaian adalah pelatihan yang sangat baik. Setelah kita telah dalam gelap untuk sementara waktu, kita mulai melihat dan menghargai bahkan lampu kecil. Apa yang baik untuk ego biasanya buruk bagi jiwa, dan sebaliknya.

Menurut Sumarah, berada di meditasi berarti pertama-tama berada dalam keadaan kesadaran tinggi. Hal itu berarti santai secara fisik, emosional, dan mental. mengurangi hambatan yang biasanya datang di antara kita dan visi kita yang terbatas tentang diri kita sendiri dan realitas di sekitar kita.

Seringkali, ketika seseorang duduk untuk bermeditasi, benaknya penuh terisi harapan, berat dengan keinginan. Kondisi tersebut dengan sendirinya telah mencegah dari benar-benar bersantai. Sebuah kondisi dalam non-resistensi dan relaksasi bersatu dengan perhatian dan keterbukaan adalah syarat mutlak untuk kedua jenis meditasi.
Paguyuban Sumarah tidak punya kitab suci. Kitab suci kami adalah Hidup, Begitu kata mereka. Namun menurut Sumarah, orang sering kali lupa akan kehidupan itu sendiri. Sumarah berpegang pada prinsip, bahwa hidup hanya sebentar. Laksana orang istirahat di perjalanan untuk numpang minum saja. Di situlah ibarat meditasi berlaku. Semacam rehat dari jalan panjang mengingat perjalanan yang masih sangat panjang.

Konsep Bersatu dengan Tuhan
Agar dapat bersatu dengan Tuhan maka anggota paguyuban harus melakukan sujud sumarah. Sujud tersebut terdiri dari empat tingkatan.

a.   Sujud Raga. Yaitu persatuan denga Allah dengan perantaraan badan wadag. Tingkatan ini disebut demikian, karena angan-angan mewakili raga dipakai sebagai alat untuk melakukan sujud. Pelaksanaan sujud dilakukan dengan jalan memisahkan angan-angan dari pemikir. Jika telah berhasil memisahkan angan-angan dari pemikir, angan-angan harus diturunkan dari otak ke sanubari, sehingga angan-angan itu tak dapat dipakai lagi untuk berpikir. Aktivitas ini dapat dibantu dengan melakukan zikir, yaitu menyebut nama-nama Allah.
b.   Sujud Jiwa Raga. Pada tingkatan ini angan-angan yang telah dipisahkan daripada pemikir, dan sudah diturunkan ke sanubari dan didekatkan kepada rasa yang berada di dalam dada, hingga keduanya dapay melakukan sujud berdampingan.
c.   Sujud Tetep Iman. Yaitu sujud yang dilakukan terus menerus tanpa berhenti selama 24 jam. Pada tingkatan ini orang dapat menerima sabda Tuhan tanpa batas waktu, tempat, dan keadaan.
d.   Sujud Sumarah. Yaitu sujud dengan penyerahan diri. Tingkatan ini adalah yang tertinggi karena orang akan mencapai jumbuhing kawula Gusti (persatuan hamba dengan Tuhan). Hal ini bukan berarti jiwa manusia larut dalam Tuhan, melainkan antara jiwa manusia dan Tuhan ada kesatuan kehendak. Tidak seorang pun yang dapat mencapai tingkatan ini. Karena hal ini merupakan suatu anugrah dari Tuhan yang diberikan secara tiba-tiba.

Agar dapat mencapai Sujud Sumarah orang harus melakukan tiga dalil Sumarah.

1.  Tidak berbuat apa-apa. Bahwa ia tak dapat berbuat apa-apa kecuali karena kehendak Allah. Oleh sebab itu, anggota pahuyuban sumarah tidak boleh berlagak seolah-olah ia dapat berbuat ini dan itu, bahwa ia lebih pandai daripada orang lain, mengaku segalanya sebagai miliknya sendiri.
2.  Tidak mempunyai apa-apa. Artinya tanpa maksud mengambil keuntungan secara pribadi. Segala sesuatu adalah milik Tuhan. Tidak boleh ada memiliki rasa memiliki yangberlebihan.
3.  Menyerahkan Jiwa Raga. Bahwa seorang itu harus betul-betul pasrah kehadira Tuhan YME.

Sujud Sumarah
Sujud Sumarah adalah bentuk perilaku peribadatan (ritual) bagi para warga Paguyuban Sumarah dalam rangka berkomunikasi dengan Tuhan YME yang pada hakekatnya merupakan aktivitas batin/rohani/spiritual/jiwa si manusia untuk bermohon, menghaturkan bakti/sembah, menghaturkan puja dan puji serta serah diri total kepada Tuhan YME, melalui kehendak dan tuntunan /bimbingan Tuhan YME sendiri.
Karena sifatnya yang sangat spiritual (rohani) maka dalam pelaksanaannya Sujud Sumarah sama sekali tidak memerlukan persyaratan lahiriah baik tempat, waktu, pakaian, bebauan, gerakan-gerakan khusus ataupun persyaratan lain, seperti hafalan mantra dan sebagainya. Namun tentu saja sebagai manusia yang berbudaya, dalam berbusana maupun sikap tata lahir dalam sujud akan selalu mengikuti norma kewajaran dan kepantasan demikian pula akan selalu memperhatikan norma-norma sosial dan etika yang berlaku di sekelilingnya tanpa harus menonjolkan dirinya.

Sujud Sumarah memiliki jenjang atau tingkatan yang harus dilakukan oleh para pengikut secara bertahap. Adapun tingkatan tersebut adalah :

1.     Tingkat pamagang, yaitu sujud yang dilakukan oleh para pemula sebelum resmi menjadi anggota, untuk menenangkan panca indra.
2.     Tingkat satu, sujud ini merupakan sujud awal yang dilakukan oleh pengikut Sumarah setelah resmi dibaiat mengadi anggoata.
3.     Tingkat dua, dilakukan setelah mahir pada sujud satu.
4.     Tingkat tiga, dilakukan setelah mahir dalam sujud kedua.
5.     Tingkat keempat, dilakukan setelah anggoat mahir sujud tingkat tiga.
6.     Tingkat lima, sebagai tingkat paling akhir yang langsung dibimbing dan diimami oleh pemimpin (guru utama).

Dari jenjang atau tingkat sujud itu, para pengikut Sumarah dapat dikelompokkan dalam tiga martabat. Pertama. Martabat Tekad, yaitu martabatnya para pemagang, tingkat satu dan tingkat dua. Kedua, Martabat Imam, yaitu para pengikut yang sudah memasuki tingkat sujud tiga dan empat. Ketiga, Martabat Sumarah, yaitu mereka yang sudah memasuki tingka sujud kelima.

Sumarah adalah Sikap Batin setiap orang beriman. Orang beriman adalah orang yang sepenuhnya mengabdi dan berserah diri total hanya kepada Allah saja, bukan kepada selainnya Allah, seperti kepada diri sendiri, uang, harta, kekayaan, pangkat, karier, martabat, status sosial, pimpinan, jimat, pusaka, hobby, kenikmatan hawanafsu, dan lain sebagainya.

Untuk melatih Sikap Batin Sumarah tersebut secara intensif ada laku-laku yang dapat dilaksanakan, yaitu Laku Sujud, Laku Spiritual, dan Laku Sosial.

I. Latihan Laku Sujud
1.     Ambillah sikap sujud yang santai rileks, dapat duduk, dapat tiduran telentang, dapat berdiri, dapat bersila di lantai, bebas menghadap ke arah mana saja, bebas di mana saja, dan bebas kapan saja
2.     Kendorkan seluruh tubuh, jangan ada yang tegang.
3.     Tariklah napas teratur dengan biasa saja, jangan terlalu cepat juga jangan terlalu lambat.
4.     Kosongkan semua pikiran yang melintas di dalam benak anda.
5.     Sebutlah Asma Allah di dalam hati seiring dengan pernapasan anda dengan perhatian diarahkan ke dalam dada tempat roh berada.
6.     Lakukanlah sujud tersebut di dalam waktu kurang lebih 15 menit setiap hari, dapat pagi hari, sore hari, malam hari atau siang hari, kapan pun saja, dan di mana pun saja, semakin sering semakin baik, sambil menata Sikap Batin berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT, sepenuh-penuhnya terserah Ridha dari Allah SWT.
7.     Lakukanlah latihan sujud tersebut setiap hari sampai dapat melakukannya sepanjang waktu dengan hati yang bersih, ridha, ikhlas, penuh penyerahan diri kepada ALLAH.
8.     Lakukanlah ibadah harian anda menurut Agama anda masing-masing dengan murni, ridha, dan ikhlas hanya untuk mengabdi dan memuliakan Allah semata tidak supaya masuk surga atau terhindar dari api neraka atau tidak supaya ini dan itu

Dilanjutkan dengan menyerahkan jiwa raga sepenuhnya kepada Kehendak Allah SWT, dan sepanjang waktu berada dalam kondisi berserah diri total hanya kepada Allah SWT semata, hidup benar-benar di dalam Kehendak Allah SWT sepanjang waktu sepanjang hari dan sepanjang hidup seluruhnya.

II. Laku Spiritual
Laku Spiritual ini meliputi: harus selalu berlaku jujur, sabar, tawakal, ikhlas, ridha, murni, dan berserah diri total hanya kepada Allah SWT saja. Juga waspada terhadap semua gerak hawanafsu, seperti marah, kecewa, senang dipuji, dendam, sakit hati, bangga, sombong, kikir, cabul, senang akan kenikmatan seksual, kenikmatan makan, kenikmatan-kenikmatan hidup lainnya, merasa pandai, merasa lebih kaya, merasa lebih suci, merasa lebih terhormat, licik, munafik, pura-pura, mudah tersinggung, mementingkan kepentingan diri sendiri, dan lain sebagainya, dan kemudian berusaha sedapat mungkin mengeliminasinya.

III. Laku Sosial
1.     Selalu jujur kepada siapa pun saja.
2.     Penuh kasih kepada sesama siapa pun saja tidak membeda-bedakan status sosial, kaya-miskin, pangkat, martabat, dan sebagainya.
3.     Membantu sesama yang berada di dalam kesulitan, sakit, musibah, penderitaan.
4.     Memberikan bantuan uang atau apa saja secara ikhlas dan murni kepada sesama yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan kembali.
5.     Menghargai dan menghormati sesama tanpa pandang bulu, tidak membeda-bedakan.
6.     Tidak mencela sesama
7.     Tidak memuji sesama
8.     Tidak membenarkan sesama
9.     Tidak menyalahkan sesama
10.   Menerima sesama apa adanya tanpa penilaian baik buruk benar salah kaya miskin hina mulia.
11.   Selalu menghindari perdebatan
12.   Selalu menghindari pertengkaran
13.   Senang hidup tenang dan damai
14.   Tidak fanatik pada pendapatnya sendiri

Etika Hidup Sumarah
Dalam kehidupan sehari-hari, ajaran Sumarah mengajarkan pada umatnya untuk dituntut berbuat baik terhadap siapa saja, tanpa memandang agama, ras, etnis, atau bangsa. Berbuat baik terhadap siapa saja berarti berbuat baik terhadapa diri sendiri dan juga Tuhan. Oleh sebab itu ajaran etika yang sekaligus menjadi keyakinan Sumarah adalah mereka percaya penuh adanya karma (buah dari amal perbuatan).

Istilah karma (dari bahasa Sansekerta) yang berarti perbuatan dan pahala (hasil), akan didapat oleh setiap orang sesuai perbuatannya. Hasil atau karma dari setiap perbuatan akan diterima oleh si pelaku bahkan sampai keturunannya, baik dalam kehidupan di dunia sekarang atau setelah mati.

Selain ajaran karma, etika hidup Sumarah juga dilandaskan pada konsep reinkarnasi (kelahiran kembali). Ajaran reinkarnasi yang bermula dari ajaran agama Hindu, yaitu samsara yang berarti kelahiran manusia yang berulang-ulang atau disebetu juga menitis. Manusia akan mengalami kelahiran kembali ke alam dunia ini karena selama hidup di dunia dia lebih banyak bebuat buruk atau jahat. Inti jiwa manusia (jiwatman) yang masih lekat dengan urusan keduniaan tidak akan dapat bersatu kembali dengan asal mula hidupnya, yaitu Tuhan YME. Jika seseorang sudah mampu memebaskan jiwatman-nya maka dia akan mampu moksa, mencapai pelepasan untuk bersatu kembali dengan Tuhab sang sumber hidup.

Ujian di Dalam Hidup
Setiap orang yang dengan tekad bulat, iman bulat, dan berserah diri total hanya kepada Allah swt saja akan mendapatkan latihan secara intensif dari Allah swt sendiri untuk semakin meningkatkan kesuciannya sehingga nantinya diperkenankan semakin sempurna hidupnya sebagai manusia dan diperkenankan sampai pada kesempurnaan hidup dalam kasih Allah yang mahasempurna dan yang mahatakterhingga. Latihan tersebut biasanya berupa sakit, masalah, penderitaan, difitnah, dijahati, dibenci, kesulitan ekonomi, dan lain sebagainya sesuai dengan kekuatan masing-masing.

Golek banyu apikulam warih, golek geni adedamar artinya mencari air dengan pikulan dari air, mencari api dengan lampu minyak. Nasihat itu diberikan oleh para Leluhur kita untuk memberikan pelajarankepada kita bahwa apabila kita mau mendekatkan diri kepada Allah SWT atau mengabdi Allah SWT atau menyembah Allah SWT haruslah dengan Terang Bimbingan Allah SWT juga karena tidak mungkinlah bagi makhluk ciptaan untuk mendekatkan diri kepada Sang Penciptanya dengan kekuatan serta usahanya sendiri.

Jalan satu-satunya untuk mendapatkan ridha terang bimbingan Allah SWT hanyalah dengan berserah diri total atau sumarah kepada-NYA. Tidak ada jalan lain. Berserah diri total atau sumarah kepada Allah SWT itu adalah sikap batin setiap orang beriman.



Pustaka:
Koentjoroningrat. 1980. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai Pustaka.
Suwarno Imam S. 2005. Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam Berbagai Kebatinan Jawa. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.