26 Nov 2010

Mempelajari Kejawen

By: Sinar Ganda

Salam Rahayu!
Semua yang ingin mempelajari kejawen, harus sadar bahwa ini adalah pelajaran untuk semakin dekat dengan-Nya. Apapun tujuan akhirnya, kejawen adalah proses nya. Untuk itu satu-satunya cara mempelajarai kejawen yang bisa saya sharing/berikan adalah:
Satukan niat dengan berdoa kepada-Nya. Minta dibukakan pintu-pintu kebenaran dan ditunjukkan jalan yang benar dan jalan yang lurus untuk mendekat kepada-Nya.

Perlu disadari juga, bahwa :
1. Apapun tanda yang kita baca adalah cara Dia memberitahu kita. Baik dalam memberikan jawaban, perintah, misi, pengetahuan dan masih banyak lagi. Bacalah tanda-tanda ini di langit dan di bumi bagi yang belum dapat menemukannya di dalam dirinya.
Ø      mungkin dari alim ulama, pendeta dan orang suci yang kita kenal.
Ø      mungkin tanda-tanda-Nya sudah jauh diturunkan dalam kitab-kitab suci-Nya, jauh sebelum kita lahir.
Ø      mungkin tanda-tanda-Nya diletakkan di langit kepada mereka yang mau membacanya.
Ø      mungkin tanda-tanda-Nya diberikan lewat mulut teman-teman kita, sahabat, saudara, ayah ibu, maupun rekan kerja.
Ø      bahkan mungkin tanda-tanda atas pertanyaan=pertanyaan kita, dijawab langsung melalui musuh-musuh kita, melalui kejadian-kejadian buruk, melalui pengalaman teman-teman kita.
Ø      dan 1001 cara lain yang tidak pernah terpikirkan oleh kita, tapi merupakan tanda-tanda-Nya dan jawaban-jawaban-Nya dari semua pertanyaan-pertanyaan kita.

2. Pelajaran diberikan adalah dari-Nya.
Baik anda belajar dari awan, dari setetes air, dari cahaya rembulan, dari panas nya matahari, dari tetesan keringat, dari bibir seorang guru, dari laku prihatin yang sangat keras, maupun dari sebuah perguruan/aliran. Ingatlah satu hal: Semua yang ada dapat adalah dari-Nya, atas ijin-Nya, dan sesuai dengan takdir yang sudah di gariskan-Nya. Semua nya itu hanya perantara.

Baik guru, maupun alam, semua merupakan alat-Nya untuk mengajari anda. Hanya perantara saja. Bila memang takdir anda, tanpa belajar pun ilmu itu tetap akan sampai dan anda miliki. Dan tanpa tanda-tandapun, suatu ketika ilmu pengetahuan itu akan musnah tak bersisa bila Yang Diatas mencabutnya.

Sekarang untuk memulainya. Silahkan berdoa untuk semakin mendekat dengan cara kejawen yg sesuai dengan hati nurani anda, selanjutnya, buka mata, telinga dan hati untuk menerima tanda-tanda dan ilmu pengetahuan-Nya. Salam!


Tambahan dari SAPL & AS
Suatu Niatan yanmuncul harus dilandasi dengan landasan tekad dan juga tanggung jawab untuk melaksanakannya.Untuk hasilnya kita pasrahkan pada-Nya. Bagaimanapun suatu usaha pasti membuahkan hasil. Sekalipun diakui maupun tidak. Apalagi untuk memahami sesuatu yang tersirat, kita harus jeli, hati-hati dan juga waspada. Tidak setiap niatan yang baik akan berbuah kepada kebaikan pula.

Disitulah niatan awal kita akan diuji. Satu hal yang harus kita waspadai bahwa " kejahatan bisa bersembunyi pada kebaikan". Jangan dipertanyakan darimana asalnya ilmu/kebaikan itu? Mutiara tetaplah mutiara, sekalipun terbenam pada lumpur. Isyarat alam akan tetap murni/menjadi guru yang terbaik bagi kita. Selagi belum bercampur dengan keegoan kita. Semoga saja niatan kita untuk memperdalam hakekat kehidupan ini mendapatkan rakhman dan rakhim-Nya. Dan semoga pula Gusti yang maha suci memberikan pada kita ampunan dari semua tumindak ingkang luput.

Sampun bingung-bingung. Mulai saja dari sesuatu yang sehari-harinya kita dengar, kita rasakan san kita angan-angankan, serta tentunya kita perbuat, bukankah itu semua juga sesuatu yang tersirat.kalau dalm tafsir "Bacalah kitabmu yg ada dalam dirimu sendiri"

Sebenarnya semua tanda-tanda alam sekitar termasuk tanda-tanda dalam habluminannas adalah merupakan cuplikan atau gambaran amal perbuatan kita. Seperti hukum aksi reaksi, sementara tanda-tanda dalam habluminalloh masih tergantung pada tingkatan kepekaan batin masing-masing diri kita, dan itu tergantung seberapa tingkat keikhlasan untuk selalu eling kepada Tuhan YME, sang pencipta alam dan seisinya.

Dinamika dalam kehidupan inilah yang menjadi dinding penutup (hijab) atas semua yang terjadi. Kesempurnaan itu adalah milik-Nya, sebagai seorang titah hendaknya kita jalani rutinitas yang ada semampu kita, dan kebenaran itu tidak perlu pembuktian, sebagaimana matahari yang bersinar menerangi alam semesta ini, haruskah kita menggapainya untuk membuktikan kalau matahari itu panas? Semakin kita ingin menggapainya justru akan membakar diri kita. Namun kebenaran itu pasti akan datang pada siapa saja yang mengharapkannya, lebih-lebih pada jiwa yang terus terasah pada kebesaran-Nya, yang mampu bersikap arif dan bijaksana dalam menerima kesemuanya itu.

Salah satu bukti lagi bahwa tingkatan ilmu manusia itu sangat-sangatlah kecil, ukuran mikron pun masih dianggap sangat terlalu besar dibanding "ilmu" yang terkandung dalam alam semesta ini. Tidak berani saya membandingkan dengan sang Maha Pencipta. Astaghfirulloh, jadi sungguh tidak habis dimengerti kalau ada manusia yang bisa berlaku sombong di dunia ini, mudah-mudahan kita bukan termasuk orang yang sombong. Amin, ya robb!

Bagaimanapun juga yang namanya titah pasti tidak akan lepas dari tumindak ingkang luput. Baik pada ucapan, perbuatan maupun pikiran (angan-angan), yang sangat riskan adalah pada ucapan lesan kita (wot sirotol mustaqiem), sebab apapun yang terucap kita tidak bisa menariknya kembali.

Segala yang Sirr (samar) harus diwaspadai. Itulah yang sering menjadikan kita sebagai seorang titah/makhluk terperosok pada jurang kenista'an. Angan kita yang seolah-olah sudah pada jalan yang paling baik (sempurna) adalah sebetulnya suatu kefanatikan yang harus dihilangkan. Keluhuran budi-pekerti kita selama ini yang sering kita agung-agungkan juga ternyata masih bisa goyang oleh situasi dan kondisi. Semua cipta, rasa maupun karsa yang ada pada panca driya kita ternyata belum mampu kita pakai untuk menangkap kalamullah yang ada.

Pada belas kasih-Nya itulah harapan kita, sebagai penolong untuk mencapai kesempurnaan kehidupan ini, yang kita awali dengan suatu niatan, sekaligus kita jalankan dengan penuh tanggung jawab, koreksi diri dan tentunya dengan istiqhomah secara beruntun sampai akhir kehidupan kita di alam yang fanna ini, pada segenap batasan kemampuan yang kita miliki.

Tinggal sekarang kita koreksi diri masing-masing sudah seberapa dekat kita dengan Sang Khaliq agar segala yang Sirr dapat lita pahami dengan mata lahir atau mata bathin untuk menuju tingkatan nirwana yang kitapun tidak tahu kapan bisa sampai batas itu. Hanya Gusti Alloh yang mengetahuinya, tetapi yang penting sebagai makhluk ciptaan-Nya harus selalu berusaha berbuat baik dengan menggunakan 6 panca indra yang kita miliki.